ABSTRAK
Nama : Muhammad Nur Wicaksono
Judul : Film Production Safety Di Area Pelabuhan Dalam Film Pendek Anak Koin
Jumlah Halaman : 28 Halaman
Jumlah Daftar Acuan : Buku (10) Webs (1) Film (3)
Kata Kunci : Production safety Dalam Film Pendek
Sebuah realita Anak Koin adalah profesi atau pekerjaan yang terbentuk atas harga diri untuk bertujuan membantu ekonomi keluarga, harga diri adalah personal judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. Saya merasa dalam project film pendek Anak Koin harus memikirkan tentang keamanan pada tahap produksi, maka semua ini harus berkoordinasi seluruhdepartemen termasuk departemen rescue dan departemen medis. Saya berharap pada saat shooting days akan tercipta film production safety diarea pelabuhan dalam film pendek Anak Koin
Latar Belakang
Anak koin atau anak silem merupakan sebuah profesi atau pekerjaan yang terbentuk akibat sulitnya biaya ekonomi. Berdasarkan riset yang dilakukan terhadap kehidupan anak koin di kawasan pelabuhan Merak ditinjau dari sisi ekonomi, psikologi, sosiologi, kebudayaan, dan hukum, ditemukan berbagai fakta-fakta serta informasi-informasi menarik yang berhubungan dengan aspek harga diri mengenai kehidupan anak koin selama ini hanya untuk membantu orang tua. Namun bagi orang-orang yang menggunakan transportasi kapal untuk menyeberang, apabila melihat anak-anak koin di pelabuhan adalah salah satu fenomena budaya dan termasuk tradisi di sebagaian pesisir di Indonesia. Tradisi tersebut adalah berburu koin yang dilakukan oleh anak-anak kecil yang masih umur 8tahun-13 tahun. Anak koin dapat dilihat serta ditemukan di sekitar pelabuhan mulai dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi dan pelabuhan Bakauheni Lampung atau punpelabuhan Lembar di lombok, pelabuhan Jepara-Karimun Jawa, Parapat Danau Toba serta pelabuhan Merak Banten. Anak koin adalah sekelompok anak-anak berumur 8 tahun sampai umur 11 tahun yang masih sekolah dasar (SD) dan awal sekolah menengah pertama (SMP) yang berburu koin rupiah yang dilempar ke laut oleh parapenumpang kapal Ferri yang sedang berlabuh menunggu penumpang di pelabuhan. Bagi para penumpang kehadiran dan atraksi anak koin merupakan hiburan sambil menunggu keberangkatan kapal. Dengan memberikan koin besaran nilai 500, 1000 rupiah atau uang kertas 2000 sampai dengan 5000 rupiah yang dilemparkan ke laut , anak-anak koin ini memberikan hiburan dengan atraksi melompat ke laut dari dek Kapaltertinggi kapal (10 meter) untuk mendapatkan koin yang tenggelam dengan Freediving pada kedalaman 3 hingga 6 meter.
Kegiatan dan atraksi yang dilakukan anak koin sangat menantang dan berbahaya, karena mereka bukan lompat dari landasan yang di rancang khusus seperti pada lompat indah, tetapi mereka lakukan dengan cara memanjat relling besi pembatas kapal yang berbahan pipa sehingga licin untuk dijadikan pijakan yang akan membuat kaki terpeleset, sehingga anak dapat jatuh membentur besi relling di lantai bawah dan jatuh ke dasar dek kapal sampai ahirnya jatuh ke laut dan tenggelam. Kegiatan ini sudah sering memakan korban jiwa, luka ringan dan berat, bahkan meninggal atau hilang tengelam, sehingga fenomena ini, waktu sekarang dan dahulu, sudah dilarang oleh otoritas pelabuhan, tapi mulai tahun 2016 setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 29 tahun 2016 tentang sterilisasi pelabuhan maka pengawasan keamanan pelabuhan sudah jauh lebih ketat dibandingkan dulu, juga larangan bagi pengguna jasa pelabuhan untuk memberikan koin rupiah kepada anak koin.
Kendati demikian saat ini anak koin masih bisa silem atau nyilem (istilah renang dan selam berburu koin), dengan cara kucing kucingan kepada petugas keamanan. Bagi anak koin kegiatan ini dilakukan lebih kepada alasan ekonomi, ada yang hanya untuk sekedar jajan tapi ada pula yang melakukan untuk membantu meringankan orang tua membayar uang sekolah. Di waktu ramai penumpang dalam 1 hari mereka bisa mengumpulkan 30 ribu hingga 50 ribu rupiah. walaupun ada juga yang melakukan kegiatan silem atau nyilem ini hanya untuk bermain main karena ikut ikutan teman saja di karenakan usia anak yang masih dalam fase usia bermain sehingga mereka melakukan just for fun. Mereka melakukan dengan berkelompok yang terdiri dari 3 hingga 5 orang anak. Karena pengalaman, usia tertua biasanya mempunyai kemampuan pengetahuan melompat dan menyelam diatas junior nya sehingga ia akan menjadi panutan dan omongannya lebih didengar sehingga secara naluri ia akan memposisikan dirinya sebagai leader karena dia mempunyai kebenaran dan pemahamannya sendiri. Anak merupakan generasi yang sedang tumbuh. Hal tersebut menjadi alas an pentingnya menanamkan kepribadian sejak usia dini agar mereka memiliki perilaku yang baik. Membangun kepribadian seorang anak biasanya dimulai dari masa kanak-kanak di lingkungan rumah, sehingga orangtua yang akan bertanggung jawab besar dalam membentuk harga diri anak. Dengan adanya harga diri pada anak, semangat dan motivasi diri pada anak akan muncul dengan sendirinya. Maka dalam pembahasan harga diri merupakan kepribadian manusia, dalam hal ini berada di psikologi manusia itu sendiri. Dalam buku Pengantar Psikologi Kepribadian di halaman 1 pendahuluan, bahwa dikatakan psikologi adalah Ilmu yang memiliki pijakan keilmiahan yang berbeda dengan ilmu yang lain, terutama jika dibandingkan dengan ilmu eksak. Secara normatif, objek material psikologi adalah jiwa namun eksistensi jiwa hingga kini masih dipertanyakan dan belum ada kata sepakat untuk menentukan “Jiwa yang sesungguhnya”[1]. Di dalam jiwa manusia mempunyai harga diri yang sangat tinggi, Pendapat Coopersmith (1976) tentang harga diri adalah bahwa harga diri itu mengarah pada evaluasi yang dirancang dan dilakukan individu yang dilakukan besar berasal dari interaksi dengan lingkungan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya atau seperti kata-kata dibawah ini :
“Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan”. Secara singkat, harga diri adalah “Personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya”.
Dalam penyusuaian diri bahwa dikatakan Schneiders (1964) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses kecakapan mental dan tingkah laku seseorang dalam menghadapi tuntunan-tuntunan baik dari dalam diri sendiri maupun lingkungannya. Penyesuaian ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat bergaul dengan diri orang lain secara baik. Tanggapan-tanggapan terhadap orang lain atau lingkungan sosial pada umumnya dapat dipandang sebagai cermin apakah seseorang dapat mengadakan penyesuaian dengan baik atau tidak. Stuart dan Sundeen mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.[2] Baron dan Byrne menyebutkan harga diri sebagai penilaian terhadap diri yang dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dalam menjadi pembanding.[3] Sedangkan Harper memberikan pengertian tentang harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu. Shahizan mengungkapkan bahwa harga diri merupakan evaluasi positif dan negative tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Gecas dan Rosenberg mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi positif yang menyeluruh tentang dirinya. [4]
Kreitner dan kinicki mengungkapkan bahwa:[5]
“Harga diri adalah suatu keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Orang dengan harga diri yang tinggi memandang diri mereka sendiri berharga, mampu dan dapat diterima. Orang dengan harga diri yang rendah memandang diri mereka sendiri dalam pemahaman yang negative. Mereka tidak merasa baik dengan diri mereka sendiri dan dipenuhi dengan rasa sangsi akan dirinya sendiri.” Kepercayaan diri merupakan sikap mental dalam menilai diri sendiri atau sekitar, yang akhirnya akan membuat seseorang yakin dengan kemampuan dirinya dalam melakukan sesuatu. Kepercayaan diri ini kemudian akan merujuk pada keberadaan manusia di lingkungannya. Keberadaan manusia didukung oleh beberapa faktor, yaitu fisiologis dan psikologis. Pengaruh faktor fisiologis didapat dari hal-hal yang menunjang kesehatan fisik, sedangkan faktor psikologis didapat dari bermacam- macam hal yang menunjang kesehatan mental, salah satunya harga diri. Harga diri tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman seseorang. Harga diri mengacu pada harapan diterima dan dihargainya seseorang oleh orang-orang disekitarnya. Anak merupakan generasi yang sedang tumbuh. Hal tersebut menjadi alasan pentingnya menanamkan kepribadian sejak usia dini agar mereka memiliki perilaku yang baik. Membangun kepribadian seorang anak biasanya dimulai dari masa kanak-kanak di lingkungan rumah, sehingga orangtua yang akan bertanggung jawab besar dalam membentuk harga diri anak. Dengan adanya harga diri pada anak, semangat dan motivasi diri pada anak akan muncul dengan sendirinya.
Harga diri yang realistis dan positif adalah produk dari kehidupan yangdijalani dengan baik[6]. Harga diri anak terbentuk seiring dengan pengalaman dan perkembangan yang diperoleh anak dari interaksinya dengan lingkungan. Setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, akan mempengaruhi tingkat harga diri anak. Maka dari itu pengalaman yang dialami anak sangat berpengaruh pada pembentukan harga dirinya. Meskipun demikian, pada hakikatnya tingkat harga diri individu relative menetap karena digunakan mekanisme majemuk untuk mempertahankan tingkat tersebut[7] Jadi dapat disimpulkan, bahwa apa yang disebut dengan harga diri adalah sebuah sikap untuk mempertahankan kemauan dalam diri sendiri dalam kehidupan untuk menjadi anak koin atau anak nyilem . Dalam kehidupan, harga diri itu harus ada dan harus dipertahankan.
Ruang Lingkup Penciptaan
Karakter utama film Anak Koin adalah seorang anak kecil yang dimana tokoh tersebut adalah pemimpin di anak-anak koin yang sombong yang mempertahankan harga dirinya di kelompoknya. Anak-anak koin yang merupakan sebuah budaya dan tradisi di sebagian pesisir di Indonesia, anak-anak kecil melakukan atraksi meloncat lalu nyilem untuk mengumpulkan koin-koin yang dilemparkan dari atas kapal ke laut oleh penumpang kapal. Anak-anak kecil melakukan hal tersebut dengan alasan ekonomi untuk membantu keluarganya. Bahwa dalam riset atau pun penelitian pada bulan Oktober 2019, Wahyu (8tahun) dan Rio (11 Tahun) melakukan atraksi Ruang Lingkup Penciptaan Karakter utama film Anak Koin adalah seorang anak kecil yang dimana tokoh tersebut adalah pemimpin di anak-anak koin yang sombong yang mempertahankan harga dirinya di kelompoknya. Anak-anak koin yang merupakan sebuah budaya dan tradisi di sebagian pesisir di Indonesia, anak-anak kecil melakukan atraksi meloncat lalu nyilem untuk mengumpulkan koin-koin yang dilemparkan dari atas kapal ke laut oleh penumpang kapal. Anak-anak kecil melakukan hal tersebut dengan alasan ekonomi untuk membantu keluarganya. Bahwa dalam riset atau pun penelitian pada bulan Oktober 2019, Wahyu (8tahun) dan Rio (11 Tahun) melakukan atraksi meloncat dari atas kapal ke laut dengan ketinggian 15 meter lalu nyilem, mereka menjadi anak-anak koin karena atas ajakan teman-teman sebaya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat (dalam Anonim, 2002).
Ketika harga diri dan kepercayaan diri melatar belakangi sebuah kelompok, maka orang atau anak tersebut dalam kelompok harus bisa mempertahankannya disaat menjadi seorang pemimpin dalam kelompok. Maka seberapa jauhkah seorang atau anak bisa mempertahankan harga dirinya ? Demikianlah karakter utama film “Anak Koin” yang berusaha mempertahankan harga dirinya dalam kelompok anak-anak koin di pelabuhan.
Rumusan Masalah
Ide tentang film Anak Koin berasal dari sebuah kisah yang nyata. Editor yang sekaligus adalah Sutradara, pernah melihat kehidupan fenomena anak-anak koin pelabuhan. Pada akhirnya Sutradara, Penulis Skenario, Director Of Photography, Produser melakukan riset di pelabuhan Merak Banten, dan memutuskan bahwa cerita film Anak Koin ber-setting tahun 2013. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang diangkat dalam penulisan pengantar karya dari sisi Produser sebagai seorang pemimpin sebuah produksi untuk mewujudkan karya film pendek tugas akhir ini adalah:
-
Bagaimana proses untuk merealisasikan production safety didalam pembuatan film pendek Anak Koin ?
-
Bagaimana peranan Produser dalam menjalakan tanggung jawabnya ?
-
Bagaimana peran Produser dalam membuat perencanaan pelaksanaan produksi film pendek tugas akhir Anak Koin ?
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini saya mempunyai Sistematika Penulisan karya film Anak Koin, sistematika penulisan seperti di bawah ini :
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menjelaskan tentang latar belakang yang mendasari terbuatnya film pendek tugas akhir Anak Koin serta alasan-alasan yang mendorong atau mengilhami latar belakang cerita film pendek ini.
Ruang Lingkup Penciptaan
Menjelaskan ruang masalah dalam tema dan ide pokok film pendek Anak Koin.
Rumusan Masalah
Sub bab ini menjelaskan rumusan masalah yang nantinya direalisasikan disaat tahap shooting, dikarenakan lokasi atau pun setting beresiko sangat tinggi yaitu tingkat keamanannya. Dan sisi lain peranan produser untuk menjalankan tanggung jawab serta peranan Produser dalam membuat perencanaan pelaksanaan produksi film pendek tugas akhir Anak Koin.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang rincian seluruh bab dan sub bab dalam bentuk paragraf.
KONSEP & BENTUK GAYA
Gagasan
Sub bab ini menjelaskan tentang ide atau pemikiran yang diangkat kedalam film tugas karya akhir S1.
Teori dan Konsep Karya
Sub bab ini menjelaskan tentang teori film yang digunakan sebagai bahan rujukan konsep penciptaan karya yang nantinya akan dijadikan sebuah film.
Konsep Naratif dan Gaya
Sub bab ini menjelaskan teoritis tentang konsep naratif dan gaya seperti mise en scene, sinematografi, editing, dan suara), yang nantinya sumber buku-buku akan dijadikan refrensi dalam penulisan sub bab ini.
Peralatan
Sub bab ini menjelaskan tentang peralatan teknis yang nantinya akan digunakan di dalam tahap shooting.
Deskripsi Karya
Sub bab ini menjelaskan tentang jenis, tipe, durasi dan keterangan teknis tentang karya tugas karya akhir S1 yang dibuat.
Orisinalitas Karya
Sub Bab ini menjelaskan pengaruh dan inovasi dari karya yang diangkat. Dapat pula membahas rujukan/refrensi karya lain.
PROSES PEMBUATAN KARYA
Proses Penelitian dan Pengembangan Ide Sub bab ini menjelaskan tentang proses penelitian dan pengembangan ide yang dilakukan dalam penciptaan karya.
Proses Pembuatan Karya. Sub bab ini menjelaskan tentang kontribusi masing-masing mahasiswa dalam tiap tahapan
Hambatan dan Solusi
Sub bab ini menjelaskan tentang hambatan yang muncul dan solusinya selama proses penciptaan karya.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan harus berisi jawaban dari pertanyaan rumusan masalah yang terdapat pada Pendahuluan. Penutup berisi evaluasi berdasarkan proses penciptaan karya dan skripsi.
Sumber :
[1] Buku Pengantar Psikologi Kepribadian, 2009
[2] S. Harter , The Construction of the Self, (New York: Guilford, 1999),123.
[3] R.B Burn, Konsep Diri : teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, terj. Eddy,(Jakarta: Arcan,1993),121.
[4] G.Dariuszky, Membangun Harga Diri, ( Bandung : CV. Pionir Jaya,2004),80.
[5] Robert kreitner dan Angelo Kinicki, perilaku Organisasi, terj. Erly Suandi, (Jakarta :Selemba Empat.2000), 67.
[6] Thomas W. Phelan. 1-2-3 Magic cara ajain mendisiplinkan anak umur 2-12 tahun (diterjemahkan oleh Dwi Prabantin), (Yogyakarta: Andi Copyright, 2009) hal.238
[7] Robert A. Baron & Donn Byrne. Social psychology-ninth eidtion (boston: Allyn and bacon, 2003) hal.86