Bawor News, Jakarta—Tayangan – tayangan televisi sekarang ini sudah sangat bervariasi, disamping memiliki fungsi untuk menjadi hiburan atau refreshing diri dari penatnya kegiatan sehari – hari. Namun, seiring dengan perubahan zaman, tayangan – tayangan televisi menjadi kurang memperhatikan isi dari konten yang ditayangkan sebab adanya sistem rating nelson yang umum digunakan media sebagai acuan mana yang di tonton ataupun ditinggalkan masyarakat serta menjadi penilaian program yang dapat dianggap “favorit” oleh penontonnya.
Para pemilik atau pengelola program televisi saat ini lebih mengejar rating dibandingkan isi konten yang ditayangkan. Sehingga tidak sedikit masyarakat mengeluarkan pendapat mereka dan menimbulkan berbagai polemik mengenai kualitas pertelevisian Indonesia yang memang sebagian besar diatur oleh KPI. Hal tersebut mencerminkan bahwa efek teori kultivasi pada penayangan televisi bagi masyarakat sangatlah dekat dan kuat.
Mengenal Apa itu Teori Kultivasi ?
Teori kultivasi atau cultivation theory, pertama kali diperkenalkan oleh Profesor George Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School of Communication di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat. Gerbner menyatakan bahwa televisi sebagai salah satu media modern, telah memperoleh tempat yang penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya. Meskipun pada awal kemunculannya, teori ini menuai perdebatan di antara para ahli. Mereka berpandangan bahwa teori kultivasi menguatkan efek yang ditimbulkan media. Jika dilihat dalam buku Teori Komunikasi Massa (2020) oleh Syaifudin Zuhri dkk, disebutkan bahwa kultivasi merupakan proses kumulatif di mana televisi mampu menumbuhkan persepsi atau keyakinan terhadap realitas sosial dalam diri penontonnya.
Teori kultivasi bergantung pada empat tahap proses, yaitu :
– Televisi menjadi media atau alat utama di mana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya.
– Sehingga persepsi apa yang terbangun di benak pemirsa tentang masyarakat dan budaya ditentukan oleh televisi.
– Semakin banyak orang menghabiskan waktu hidup dalam dunia televisi, semakin cenderung mereka memercayai bahwa realitas sosial kongruen dengan realitas televisi.
– Terpaan media massa ini dapat digunakan untuk mencari data khalayak mengenai pengguna media, baik frekuensi dari pengguna ataupun durasi pengguna, serta intensitas pengguna.
Secara gamblang, teori ini menunjukkan bahwa televisi dapat memengaruhi pandangan atau perspektif penonton dalam kehidupan nyata dan realitas sosialnya serta mampu menimbulkan pembentukan pengertian maupun kepercayaan seseorang mengenai dunia, sebagai hasil dari konsumsi pesan media berkepanjangan dari apa yang mereka dapatkan melalui tayangan – tayangan televisi.